صحيح ابن حبان

Shahih Ibnu Hibban

Shahih Ibnu Hibban #1121

صحيح ابن حبان ١١٢١: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْمُنْذِرِ النَّيْسَابُورِيُّ بِمَكَّةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْفَرَّاءُ، حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يَمَسُّ ذَكَرَهُ وَهُوَ فِي الصَّلاَةِ، قَالَ‏:‏ لاَ بَأْسَ بِهِ، إِنَّهُ لَبَعْضُ جَسَدِكَ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1121: Muhammad bin Ibrahim bin Al Mundzir An-Naisaburi di Mekkah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdul Wahab Al Farra' menceritakan kepada kami, Husain bin Al Walid menceritakan kepada kami, dari Ikrimah bin Ammar, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, bahwa ia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seseorang yang menyentuh kemaluannya sedangkan ia dalam keadaan sedang shalat. Beliau menjawab, “Tidak apa-apa (shalatnya tidak batal), sesungguhnya kemaluan itu merupakan sebagian dari jasadmu."41 [1:23]

Shahih Ibnu Hibban #1122

صحيح ابن حبان ١١٢٢: أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ الْحُبَابِ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا مُلاَزِمُ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا جَدِّي عَبْدُ اللهِ بْنُ بَدْرٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ‏:‏ بَنَيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ فَكَانَ يَقُولُ‏:‏ قَدِّمُوا الْيَمَامِي مِنَ الطِّينِ، فَإِنَّهُ مِنْ أَحْسَنِكُمْ لَهُ مَسًّا‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ خَبَرُ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ الَّذِي ذَكَرْنَاهُ خَبَرٌ مَنْسُوخٌ، لأَنَّ طَلْقَ بْنَ عَلِيٍّ كَانَ قُدُومُهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ سَنَةٍ مِنْ سِنِيِّ الْهِجْرَةِ، حَيْثُ كَانَ الْمُسْلِمُونَ يَبْنُونَ مَسْجِدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ‏.‏ وَقَدْ رَوَى أَبُو هُرَيْرَةَ إِيجَابَ الْوُضُوءِ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ، عَلَى حَسَبِ مَا ذَكَرْنَاهُ قَبْلُ وَأَبُو هُرَيْرَةَ أَسْلَمَ سَنَةَ سَبْعٍ مِنَ الْهِجْرَةِ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ خَبَرَ أَبِي هُرَيْرَةَ كَانَ بَعْدَ خَبَرِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ بِسَبْعِ سِنِينَ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1122: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, ia berkata: Mulazim bin Amru menceritakan kepada kami, ia berkata: kakekku Abdullah bin Badar menceritakan kepada kami, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, ia berkata: Aku membangun Masjid Madinah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu saat itu beliau bersabda, “Serahkanlah urusan pengolahan tanah ini kepada orang Yamami, karena sesungguhnya ia adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam mengolahnya.”42 [1:23] Abu Hatim RA berkata, “Hadits Thalq bin Ali yang telah kami sebutkan itu adalah hadits yang telah dihapus (mansukh), karena kedatangan Thalq bin Ali kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terjadi pada permulaan tahun hijriyah, ketika kaum muslimin membangun masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (Masjid Nabawi) di Madinah. Dan Abu Hurairah sungguh meriwayatkan mengenai wajibnya wudhu karena menyentuh kemaluan, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya. Sedangkan Abu Hurairah masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Maka dengan demikian menunjukkan bahwa hadits Abu Hurairah terjadi sekitar 7 tahun setelah hadits Thalq bin Ali. 43

Shahih Ibnu Hibban #1123

صحيح ابن حبان ١١٢٣: أَخْبَرَنَا أَبُو خَلِيفَةَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا مُلاَزِمُ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ بَدْرٍ الْحَنَفِيُّ، عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ‏:‏ خَرَجْنَا سِتَّةً وَفْدًا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، خَمْسَةٌ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ وَرَجُلٌ مِنْ بَنِي ضُبَيْعَةَ بْنِ رَبِيعَةَ، حَتَّى قَدِمْنَا عَلَى نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبَايَعْنَاهُ وَصَلَّيْنَا مَعَهُ، وَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّ بِأَرْضِنَا بَيْعَةً لَنَا، وَاسْتَوْهَبْنَاهُ مِنْ فَضْلِ طُهُورِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ مِنْهُ وَتَمَضْمَضَ، وَصَبَّ لَنَا فِي إِدَاوَةٍ، ثُمَّ قَالَ‏:‏ اذْهَبُوا بِهَذَا الْمَاءِ، فَإِذَا قَدِمْتُمْ بَلَدَكُمْ، فَاكْسِرُوا بِيعَتَكُمْ، ثُمَّ انْضَحُوا مَكَانَهَا مِنْ هَذَا الْمَاءِ، وَاتَّخِذُوا مَكَانَهَا مَسْجِدًا، فَقُلْنَا‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، الْبَلَدُ بَعِيدٌ، وَالْمَاءُ يَنْشَفُ، قَالَ‏:‏ فَأَمِدُّوهُ مِنَ الْمَاءِ، فَإِنَّهُ لاَ يَزِيدُهُ إِلاَّ طِيبًا‏.‏ فَخَرَجْنَا فَتَشَاحَحْنَا عَلَى حَمْلِ الإِدَاوَةِ، أَيُّنَا يَحْمِلُهَا، فَجَعَلَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَوْبًا لِكُلِّ رَجُلٍ مِنَّا يَوْمًا وَلَيْلَةً، فَخَرَجْنَا بِهَا حَتَّى قَدِمْنَا بَلَدَنَا فَعَمِلْنَا الَّذِي أَمَرَنَا، وَرَاهِبُ ذَلِكَ الْقَوْمِ رَجُلٌ مِنْ طَيِّئٍ، فَنَادَيْنَا بِالصَّلاَةِ، فَقَالَ الرَّاهِبُ‏:‏ دَعْوَةُ حَقٍّ، ثُمَّ هَرَبَ فَلَمْ يُرَ بَعْدُ‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ فِي هَذَا الْخَبَرِ بَيَانٌ وَاضِحٌ أَنَّ طَلْقَ بْنَ عَلِيٍّ رَجَعَ إِلَى بَلَدِهِ بَعْدَ الْقِدْمَةِ الَّتِي ذَكَرْنَا وَقْتَهَا، ثُمَّ لاَ يُعْلَمُ لَهُ رُجُوعٌ إِلَى الْمَدِينَةِ بَعْدَ ذَلِكَ‏.‏ فَمَنِ ادَّعَى رُجُوعَهُ بَعْدَ ذَلِكَ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَأْتِيَ بِسُنَّةٍ مُصَرِّحَةٍ، وَلاَ سَبِيلَ لَهُ إِلَى ذَلِكَ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1123: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami ia berkata: Musaddad menceritakan kepada kami, ia berkata: Mulazim bin Amru menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Badar Al Hanafi menceritakan kepada kami, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, ia berkata: Kami pernah datang bersama enam orang utusan menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lima orang berasal dari Bani Hanifah dan satu orang dari Bani Dhubai’ah bin Rabi’ah, hingga kami sampai di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah kami berbai’at kepada beliau, maka kami ikut shalat bersama beliau. Kemudian kami beri tahukan kepada beliau bahwa di desa kami ada sebuah biara. Kami mohon kepada beliau agar diberikan kepada kami sisa air wudhu beliau, kemudian meminta diambilkan satu bejana air. Setelah berwudhu dan berkumur-kumur, maka sisanya dimasukkan ke dalam idaawah (bejana kecil yang terbuat dari kulit) lalu beliau bersabda, “Pulanglah kalian dengan membawa air ini. Apabila telah sampai di negeri kalian, hancurkanlah biara kalian, kemudian siramlah tempatnya dengan air ini, lalu bangunlah di atasnya sebuah masjid.” Lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya negeri kami itu jauh dan udaranya sangat panas, karena itu kami takut bila air ini akan mengering”. Beliau bersabda, “Tambahkanlah air lain, sesungguhnya air itu akan menjadi jernih.” Kemudian kami pun segera pulang. (Namun) kami saling berebutan membawa idaawah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatur giliran untuk tiap-tiap orang dari kami sehari semalam. Lalu kami pulang dengan membawa idaawah hingga kami tiba di negeri kami. Setibanya, kami pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kami. Sementara ada seorang pendeta di desa kami yang berasal dari suku Thayyi'. Setelah itu kami mengumandangkan adzan. Sang pendeta berkata, “Sesungguhnya seruan ini adalah seruan kepada kebenaran.” Setelah itu ia pergi dan tidak pernah terlihat lagi.” 44 [1:23] Abu Hatim RA berkata, “Pada hadits ini terdapat keterangan yang sangat jelas bahwa Thalq bin Ali kembali ke negerinya setelah kedatangannya yang telah kami jelaskan waktunya. Kemudian setelah itu tidak ada yang mengetahui kembalinya Thalq ke Madinah. Maka barangsiapa yang berargumen tentang kembalinya ia ke Madinah, maka ia wajib untuk menunjukkan bukti tahun kedatangannya yang jelas, karena tidak ada jalan lain lagi selain itu untuk membuktikan pernyataannya.”

Shahih Ibnu Hibban #1124

صحيح ابن حبان ١١٢٤: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَقَدِيُّ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَوْهَبٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فَلاَ تَتَوَضَّأْ، قَالَ‏:‏ أَنَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ‏؟‏ قَالَ نَعَمْ، قَالَ‏:‏ أُصَلِّي فِي مَبَارِكِ الإِبِلِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ لاَ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1124: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Mu’adz Al Aqadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab, dari Ja'far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah kami harus berwudhu setelah makan daging kambing?” Beliau menjawab: “Jika kamu mau, maka berwudhulah. Dan jika tidak, maka tidak usah berwudhu.” Orang itu bertanya kembali, “Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging unta?”. Beliau menjawab, “Iya”. Orang itu bertanya, “Apakah kami boleh shalat di kandang unta?”. Beliau menjawab, “Tidak boleh."45 [3:65]

Shahih Ibnu Hibban #1125

صحيح ابن حبان ١١٢٥: أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَشْعَثَ بْنِ أَبِي الشَّعْثَاءِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ‏:‏ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَتَوَضَّأَ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ، وَلاَ نَتَوَضَّأَ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1125: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Israil, dari Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa', dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, ia berkata, "‘Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami berwudhu karena makan daging unta. Dan beliau tidak memerintahkan kami berwudhu karena makan daging kambing.” 46 [1:100]

Shahih Ibnu Hibban #1126

صحيح ابن حبان ١١٢٦: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَزْدِيُّ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاكٍ، قَالَ‏:‏ سَمِعْتُ أَبَا ثَوْرِ بْنَ عِكْرِمَةَ بْنِ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِي مَبَاتِ الْغَنَمِ، فَرَخَّصَ فِيهَا، وَسُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِي مَبَاتِ الإِبِلِ فَنَهَى عَنْهَا، وَسُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ، فَقَالَ‏:‏ إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فَلاَ تَتَوَضَّأْ‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ أَبُو ثَوْرِ بْنُ عِكْرِمَةَ بْنِ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ اسْمُهُ‏:‏ جَعْفَرٌ، وَكُنْيَةُ أَبِيهِ‏:‏ أَبُو ثَوْرٍ، فَجَعْفَرُ بْنُ أَبِي ثَوْرٍ هُوَ‏:‏ أَبُو ثَوْرِ بْنُ عِكْرِمَةَ بْنِ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَوَى عَنْهُ عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَوْهَبٍ، وَأَشْعَثُ بْنُ أَبِي الشَّعْثَاءِ، وَسِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ‏.‏ فَمَنْ لَمْ يُحْكِمْ صِنَاعَةَ الْحَدِيثِ تَوَهَّمَ أَنَّهُمَا رَجُلاَنِ مَجْهُولاَنِ، فَتَفَهَّمُوا رَحِمَكُمُ اللَّهُ كَيْلاَ تُغَالِطُوا فِيهِ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1126: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, ia berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Simak, ia berkata: Aku mendengar Abu Tsaur bin47 Ikrimah bin Jabir bin Samurah, dari Jabir bin Samurah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, maka beliau meringankan (membolehkan) shalat di dalam kandang kambing. Beliau di tanya tentang shalat di kandang unta, beliau melarangnya. Beliau ditanya tentang wudhu karena makan daging kambing, maka beliau bersabda, “Jika kamu mau, maka berwudhulah. Dan jika kamu tidak mau, maka tidak usah berwudhu.,/i>”48 [1:100] Abu Hatim RA berkata, Abu Tsaur bin Ikrimah bin Jabir bin Samurah; namanya adalah Ja’far. Julukan ayahnya adalah Abu Tsaur. Ja’far bin Abu Tsaur adalah Abu Tsaur bin Ikrimah bin Jabir bin Samurah. la diriwayatkan oleh Utsman bin Abdullah bin Mauhab, Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa', dan Simak bin Harb. Maka orang yang tidak memiliki kedalaman ilmu hadits akan menyangka bahwa keduanya adalah orang yang tidak dikenal. Maka dari itu perdalamlah ilmu kalian, mudah-mudahan Allah SWT mengasihi kalian, agar kalian tidak mengalami kekeliruan.

Shahih Ibnu Hibban #1127

صحيح ابن حبان ١١٢٧: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَزْدِيُّ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَشْعَثَ بْنِ أَبِي الشَّعْثَاءِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ‏:‏ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَتَوَضَّأَ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ، وَلاَ نَتَوَضَّأَ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ، وَأَنْ نُصَلِّيَ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ، وَلاَ نُصَلِّيَ فِي أَعْطَانِ الإِبِلِ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1127: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Musa mengabarkan kepada kami, dari Israil, dari Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa’, dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir biri Samurah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berwudhu setelah makan daging unta. Dan beliau tidak memerintahkan kami berwudhu setelah makan daging kambing. Beliau memerintahkan (membolehkan) kami shalat di kandang kambing. Namun beliau tidak membolehkan kami shalat di kandang unta. 49 [4:1]

Shahih Ibnu Hibban #1128

صحيح ابن حبان ١١٢٨: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَزْدِيُّ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الرَّازِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنِ الْبَرَاءِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ‏:‏ أَنُصَلِّي فِي أَعْطَانِ الإِبِلِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ لاَ، قِيلَ‏:‏ أَنُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ نَعَمْ، قِيلَ‏:‏ أَنَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ نَعَمْ، قِيلَ‏:‏ أَنَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ‏؟‏ قَالَ‏:‏ لاَ‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ فِي سُؤَالِ السَّائِلِ عَنِ الْوُضُوءِ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ، وَعَنِ الصَّلاَةِ فِي أَعْطَانِهَا، وَتَفْرِيقِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْجَوَابَيْنِ‏:‏ أَرَى الْبَيَانَ أَنَّهُ أَرَادَ الْوُضُوءَ الْمَفْرُوضَ لِلصَّلاَةِ، دُونَ غَسْلِ الْيَدَيْنِ، وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ غَسْلَ الْيَدَيْنِ مِنَ الْغَمْرِ لاَسْتَوَى فِيهِ لُحُومُ الإِبِلِ وَالْغَنَمِ جَمِيعًا، وَقَدْ كَانَ تَرْكُ الْوُضُوءِ مِمَّا مَسَّتْهُ النَّارُ، وَبَقِيَ الْمُسْلِمُونَ عَلَيْهِ مُدَّةً، ثُمَّ نُسِخَ ذَلِكَ، وَبَقِيَ لُحُومُ الإِبِلِ مُسْتَثْنًى مِنْ جُمْلَةِ مَا أُبِيحَ بَعْدَ الْحَظْرِ الَّذِي تَقَدَّمَ ذِكْرُنَا لَهُ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1128: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazaq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ats- Tsauri mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi, dari Abdurrahman bin Abu Laili, dari Al Barra', bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya: Apakah kami boleh shalat di kandang unta? Beliau menjawab: “Tidak boleh’ Beliau di tanya: Apakah kami boleh shalat di kandang kambing? Beliau menjawab, “Iya, boleh.’’ Beliau ditanya, “Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging unta?" Beliau menjawab, “Iya.” Beliau ditanya: Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab, “Tidak.', 50 [1:110] Abu Hatim RA berkata, “Di dalam pertanyaan tentang wudhu setelah makan daging unta, tentang shalat di kandang unta, dan pemisahan beliau, di antara dua jawaban: terdapat penjelasan bahwa beliau menghendaki melakukan wudhu seperti wudhu yang diwajibkan saat akan mengerjakan shalat, bukan hanya sekadar membasuh kedua tangan. Seandainya yang dimaksud adalah membasuh kedua tangan niscaya akan sama hukumnya antara makan daging unta dan kambing. 51 Dan dulu pernah diperbolehkan untuk tidak berwudhu setelah memakan makanan yang dimasak dengan api, dan umat Islam pun mengerjakannya dalam beberapa waktu, tetapi setelah itu hukum ini dinaskh, dan kini hanya daging unta yang dikecualikan untuk berwudhu setelah memakannya dari beberapa yang dibolehkan setelah pelarangan yang telah kami sebutkan sebelumnya.” 52

Shahih Ibnu Hibban #1129

صحيح ابن حبان ١١٢٩: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ نَضَرٍ الْخَلْقَانِيُّ بِمَرْوَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا أَبِي، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ‏:‏ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى قِدْرٍ، فَانْتَشَلَ مِنْهَا عَظْمًا فَأَكَلَهُ، ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ‏:‏ قَوْلُ ابْنِ عَبَّاسٍ‏:‏ فَأَكَلَهُ، أَرَادَ بِهِ‏:‏ اللَّحْمَ الَّذِي عَلَى الْعَظْمِ لاَ الْعَظْمَ نَفْسَهُ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1129: Muhammad bin Ahmad bin Nadhr Al Khalqani di Marwa mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdu Ash-Shamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Daud bin Abu Hind menceritakan kepada kami, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sebuah periuk berisi daging. Beliau kemudian menggigit dagingnya lalu memakannya. Setelah itu beliau shalat dengan tidak berwudhu lagi. 53 [4:1] Abu Hatim berkata, “Perkataan Ibnu Abbas, ‘fa akalahu' maksudnya adalah daging yang menempel di tulang, bukan tulang itu sendiri’

Shahih Ibnu Hibban #1130

صحيح ابن حبان ١١٣٠: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَزْدِيُّ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ‏:‏ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ، سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ، يَقُولُ‏:‏ قُرِّبَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُبْزٌ وَلَحْمٌ، فَأَكَلَهُ وَدَعَا بِوَضُوءٍ، ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ دَعَا بِفَضْلِ طَعَامِهِ فَأَكَلَ، ثُمَّ صَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ‏.‏ ثُمَّ دَخَلْتُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ‏:‏ هَلْ مِنْ شَيْءٍ‏؟‏ فَلَمْ يَجِدُوا، فَقَالَ‏:‏ أَيْنَ شَاتُكُمُ الْوَالِدُ‏؟‏ فَأَمَرَنِي بِهَا، فَاعْتَقَلْتُهَا فَحَلَبْتُ لَهُ، ثُمَّ صَنَعَ لَنَا طَعَامًا فَأَكَلْنَا، ثُمَّ صَلَّى قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ‏.‏ ثُمَّ دَخَلْتُ مَعَ عُمَرَ، فَوَضَعْتُ جَفْنَةً فِيهَا خُبْزٌ وَلَحْمٌ، فَأَكَلْنَا، ثُمَّ صَلَّيْنَا قَبْلَ أَنْ نَتَوَضَّأَ‏.‏قَالَ‏:‏ وَحَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ مِثْلَهُ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1130: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazaq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepadaku, ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah dihidangkan roti dan daging lalu beliau memakannya dan setelah itu meminta air untuk berwudhu, kemudian mengeijakan shalat Zhuhur. Setelah itu beliau meminta sisa makanannya tadi, lalu beliau memakannya. Kemudian beliau mengerjakan shalat ashar tanpa berwudhu. Selanjutnya aku (Jabir) masuk bersama Abu Bakar lalu ia bertanya, “Apakah masih ada sesuatu (makanan)?” Maka mereka tidak mendapatinya. Abu Bakar berkata, “Mana kambing kalian yang sudah besar?”. Lalu ia memerintahkanku dengan kambing tersebut Kemudian aku tahan kambing itu lalu aku perahkan susu untuknya. Setelah itu ia membuatkan kami makanan, lalu kami pun memakannya. Kemudian ia shalat tanpa berwudhu. Lalu aku masuk bersama Umar, kemudian aku meletakkan mangkuk besar yang berisi roti dan daging. Maka kami makan lalu kami shalat tanpa berwudhu lagi. 54 [4:1] Ibnu Juraij berkata, “Ma’mar menceritakan kepada kami, dari Ibnu55 Al Munkadiri, dari Jabir, dengan hadits yang sama.”