صحيح ابن حبان ١٦١: أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِدْرِيسَ الأَنْصَارِيُّ، أَنْبَأَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُسْلِمُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ، وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ.
Shahih Ibnu Hibban 161: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar memberitakan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A'raj, dan Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Seorang muslim makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dalam tujuh buah usus” [3:13]
صحيح ابن حبان ١٦٢: أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ سِنَانٍ الطَّائِيُّ بِمَنْبَجَ أَنْبَأَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَافَهُ ضَيْفٌ كَافِرٌ، فَأَمَرَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ، فَشَرِبَ حِلاَبَهَا، ثُمَّ أُخْرَى فَشَرِبَ حِلاَبَهَا، حَتَّى شَرِبَ حِلاَبَ سَبْعِ شِيَاهٍ، ثُمَّ إِنَّهُ أَصْبَحَ فَأَسْلَمَ، فَأَمَرَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ، فَحُلِبَتْ فَشَرِبَ حِلاَبَهَا، ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِأُخْرَى، فَلَمْ يَسْتَتِمَّهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ، وَالْكَافِرَ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ.
Shahih Ibnu Hibban 162: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha’i di daerah Manbij mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar memberitakan kepada kami, dari Malik dari, Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjamu seorang tamu yang kafir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar membawakan seekor domba, lalu sang tamu pun meminum air susunya, kemudian seekor domba yang lain, dia pun kembali meminum air susunya, hingga tujuh ekor domba. Kemudian ia pun memeluk Islam. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar membawakan domba untuknya. Lalu diperah air susunya. Maka, ia pun meminum air susunya. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk membawa domba yang lain. Namun ia tidak menghabiskan minumannya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya orang mukmin meminum dalam satu usus. Sedangkan orang kafir meminum dalam tujuh usus.” [3:13]
صحيح ابن حبان ١٦٣: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ قُتَيْبَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي السَّرِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَى رِجَالاً، وَلَمْ يُعْطِ رَجُلاً مِنْهُمْ شَيْئًا، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَعْطَيْتَ فُلاَنًا وَفُلاَنًا، وَلَمْ تُعْطِ فُلاَنًا شَيْئًا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْ مُسْلِمٌ قَالَهَا ثَلاَثًا قَالَ الزُّهْرِيُّ: نَرَى أَنَّ الإِسْلاَمَ الْكَلِمَةُ، وَالإِيمَانَ الْعَمَلُ.
Shahih Ibnu Hibban 163: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqash, dari ayahnya; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan kepada beberapa orang laki-laki dan tidak memberikan apa- apa kepada seorang laki-laki. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, engkau memberikan sesuatu kepada si fulan dan si fulan, tetapi tidak memberikan apa- apa kepada si fulan, padahal ia seorang mu’min.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Tetapi seorang muslim?” beliau katakan tiga kali. Az-Zuhri berkata, “Kita diberikan pengertian bahwa Islam adalah kalimat, sedangkan iman adalah perbuatan.” [3:65]
صحيح ابن حبان ١٦٤: أَخْبَرَنَا ابْنُ قُتَيْبَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ مَوْهَبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَطَاءَ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَدِيِّ بْنِ الْخِيَارِ، عَنِ الْمِقْدَادِ بْنِ الأَسْوَدِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ لَقِيتُ رَجُلاً مِنَ الْكُفَّارِ فَقَاتَلَنِي، فَضَرَبَ إِحْدَى يَدَيَّ بِالسَّيْفِ فَقَطَعَهَا، ثُمَّ لاَذَ مِنِّي بِشَجَرَةٍ وَقَالَ: أَسْلَمْتُ لِلَّهِ، أَفَأَقْتُلُهُ بَعْدَ أَنْ قَالَهَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَقْتُلْهُ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ قَدْ قَطَعَ يَدِي، ثُمَّ قَالَ ذَلِكَ بَعْدَ أَنْ قَطَعَهَا، أَفَأَقْتُلُهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَقْتُلْهُ، فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أَنْ تَقْتُلَهُ، وَأَنْتَ بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ كَلِمَتَهُ الَّتِي قَالَ. قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أَنْ تَقْتُلَهُ يُرِيدُ بِهِ: أَنَّكَ تُقْتَلُ قَوَدًا، لأَنَّهُ كَانَ قَبْلَ أَنْ أَسْلَمَ حَلاَلَ الدَّمِ. وَإِذَا قَتَلْتَهُ بَعْدَ إِسْلاَمِهِ صِرْتَ بِحَالَةٍ تُقْتَلُ مِثْلَهُ قَوَدًا بِهِ، لاَ أَنَّ قَتْلَ الْمُسْلِمِ يُوجِبُ كُفْرًا يُخْرِجُ مِنَ الْمِلَّةِ، إِذِ اللَّهُ قَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى}.
Shahih Ibnu Hibban 164: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Maubab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'ad menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Atha4 bin Yazid Al-Laitsi, dari Ubaidillah bin Adi bin Al Khiyar, dari Al Miqdad bin Al Aswad: bahwa dia mengabarkan kepadanya (Ubaidillah bin Adi); bahwa ia bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang laki-laki dari golongan orang kafir, lalu ia memerangiku, dan memukul salah satu dari kedua tanganku dengan pedang, hingga membuatnya putus. Kemudian ia melarikan diri dengan berlindung di balik pohon, dan berkata, “Aku tunduk kepada Allah (yakni masuk Islam).“ Apakah aku boleh membunuhnya setelah ia mengucapkannya?“ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jangan kamu membunuhnya!“ Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh, ia telah menebas tanganku. Ia mengatakan (masuk Islam) setelah ia membuat putus tanganku. Apakah aku boleh membunuhnya?” Rasulullah menjawab, “Jangan kamu membunuhnya. Jika kamu membunuhnya, niscaya posisinya sama denganmu sebelum kamu membunuhnya, dan posisimu sama dengannya sebelum ia mengucapkan kalimat (keislaman) yang telah ia ucapkan” [3:63] Abu Hatim berkata” Sabda Rasulullah SAW: ‘ Jika kamu membunuhnya, niscaya posisinya sama denganmu sebelum kamu membunuhnya ,’ maksudnya bahwa kamu harus dibunuh sebagai qishash. Sebabnya, sebelum menyatakan masuk Islam, darahnya halal. Maka, jika kamu membunuhnya setelah ia menyatakan masuk Islam, berarti kamu berada dalam kondisi yang harus dibunuh sebagai qishash karenanya. Bukan maksudnya bahwa membunuh seorang muslim itu menyebabkan kekafiran yang mengeluarkan dari agama Islam. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh” (Qs. Al Baqarah [2]: 178).
صحيح ابن حبان ١٦٥: أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ هِلاَلِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ، قَالَ: كَانَتْ لِي غُنَيْمَةٌ تَرْعَاهَا جَارِيَةٌ لِي فِي قِبَلِ أُحُدٍ، وَالْجَوَّانِيَّةِ، فَاطَّلَعْتُ عَلَيْهَا ذَاتَ يَوْمٍ، وَقَدْ ذَهَبَ الذِّئْبُ مِنْهَا بِشَاةٍ، وَأَنَا مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ، فَصَكَكْتُهَا صَكَّةً، فَعَظُمَ ذَلِكَ عَلَيَّ، فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: أَفَلاَ أَعْتِقُهَا؟ قَالَ: ائْتِنِي بِهَا، فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَقَالَ: أَيْنَ اللَّهُ؟ قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ، قَالَ: مَنْ أَنَا؟ قَالَتْ: أَنْتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: أَعْتِقْهَا، فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ.
Shahih Ibnu Hibban 165: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Adi dari Hajjaj Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, dari Hilal bin Abu Maimunah dari Atha' bin Yasar dari Muawiyah bin Al Hakam As-Sulami, ia berkata: Aku memiliki kambing kecil yang digembalakan oleh hamba sahaya perempuanku di daerah sekitar Bukit Uhud dan Jawwaniyah. Pada suatu hari, aku melihat kambing kecilku itu pergi dibawa oleh seekor serigala. Aku yang termasuk golongan manusia biasa merasa marah, seperti mereka yang memiliki rasa marah. Aku pun menampar hamba sahaya perempuanku dengan sekali tamparan. Kejadian itu terasa memberatkan fikiranku. Lalu aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Rasulullah! Bolehkah aku memerdekakan hamba sahaya perempuanku?”. Beliau menjawab, “Bawa hamba sahaya perempuanmu ke hadapanku.” Lalu aku pun membawanya ke hadapan Beliau. Kemudian Beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah SWT?” Ia menjawab, “Di langit.” Beliau bertanya kembali, “Siapakah aku ini?” Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau berkata, “ Merdekakan dia, karena dia adalah wanita beriman.” [3:49]
صحيح ابن حبان ١٦٦: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، أَوْ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، فَأَرْفَعُهَا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ. قَالَ أَبُو حَاتِمٍ: أَشَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْخَبَرِ إِلَى الشَّيْءِ الَّذِي هُوَ فَرْضٌ عَلَى الْمُخَاطَبِينَ فِي جَمِيعِ الأَحْوَالِ، فَجَعَلَهُ أَعْلَى الإِيمَانِ، ثُمَّ أَشَارَ إِلَى الشَّيْءِ الَّذِي هُوَ نَفْلٌ لِلْمُخَاطَبِينَ فِي كُلِّ الأَوْقَاتِ، فَجَعَلَهُ أَدْنَى الإِيمَانِ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ فَرْضٌ عَلَى الْمُخَاطَبِينَ فِي كُلِّ الأَحْوَالِ، وَكُلَّ شَيْءٍ فَرْضٌ عَلَى بَعْضِ الْمُخَاطَبِينَ فِي بَعْضِ الأَحْوَالِ، وَكُلَّ شَيْءٍ هُوَ نَفْلٌ لِلْمُخَاطَبِينَ فِي كُلِّ الأَحْوَالِ، كُلُّهُ مِنَ الإِيمَانِ. وَأَمَّا الشَّكُّ فِي أَحَدِ الْعَدَدَيْنِ، فَهُوَ مِنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ فِي الْخَبَرِ، كَذَلِكَ قَالَهُ مَعْمَرٌ، عَنْ سُهَيْلٍ، وَقَدْ رَوَاهُ سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ مَرْفُوعًا، وَقَالَ: الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، وَلَمْ يَشُكَّ. وَإِنَّمَا تَنَكَّبْنَا خَبَرَ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلاَلٍ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ، وَاقْتَصَرْنَا عَلَى خَبَرِ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ لِنُبَيِّنَ أَنَّ الشَّكَّ فِي الْخَبَرِ لَيْسَ مِنْ كَلاَمِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنَّمَا هُوَ كَلاَمُ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ كَمَا ذَكَرْنَاهُ.
Shahih Ibnu Hibban 166: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Suhail bin Abi Shalih menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “ Iman itu memiliki enam puluh cabang lebih, atau tujuh puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah Laa ilaaha illaallaah (tiada Tuhan selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan hal yang mengganggu dari jalan. Dan malu itu sebagian dari iman." Abu Hatim berkata, “Pada hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan sesuatu yang fardhu atas mukhatabin (manusia) dalam seluruh kondisi. Beliau menjadikannya sebagai cabang keimanan yang paling tinggi. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengisayaratkan kepada sesuatu yang merupakan anjuran dan dorongan bagi mukhatabin dalam seluruh kondisi. Beliau menjadikannya sebagai cabang keimanan yang paling rendah. Dengan demikian, segala sesuatu yang merupakan kefardhuan atas mukhatabin dalam seluruh kondisi, segala sesuatu yang fardhu atas mukhatabin pada sebagian waktu atau kondisi tertentu, dan segala sesuatu yang dianjurkan bagi mukhatabin dalam seluruh kondisi, semuanya termasuk bagian dari iman. Perihal keragu-raguan dalam penyebutan salah satu dari kedua bilangan dalam hadits, itu dari Suhail bin Abi Shalih. Demikian dikemukakan oleh Ma’mar dari Suhail sendiri. Dan Sulaiman bin Bilal meriwayatkannya dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih secara marju' (hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW). Dalam riwayat ini, dinyatakan, ‘Iman itu mempunyai enam puluh cabang lebih, ’ tanpa ada keragu-raguan dalam riwayat. Sengaja kami tidak menampilkan hadits riwayat Sulaiman bin Bilal di sini dan hanya menyebutkan hadits Suhail bin Abi Shalih, tujuannya semata karena ingin menjelaskan bahwa keragu-raguan yang tercantum di dalam hadits ini bukan bersumber dari sabda Rasulullah, tetapi dari ucapan Suhail bin Abu Shalih, seperti yang telah kami jelaskan.
صحيح ابن حبان ١٦٧: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو قُدَامَةَ عُبَيْدُ اللهِ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ. قَالَ أَبُو حَاتِمٍ: اخْتَصَرَ سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ هَذَا الْخَبَرَ، فَلَمْ يَذْكُرْ ذِكْرَ الأَعْلَى وَالأَدْنَى مِنَ الشُّعَبِ، وَاقْتَصَرَ عَلَى ذِكْرِ السِّتِّينَ دُونَ السَّبْعِينَ، وَالْخَبَرُ فِي بِضْعٍ وَسَبْعِينَ خَبَرٌ مُتَقَصًّى صَحِيحٌ لاَ ارْتِيَابَ فِي ثُبُوتِهِ، وَخَبَرُ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلاَلٍ خَبَرٌ مُخْتَصَرٌ غَيْرُ مُتَقَصًّى. وَأَمَّا الْبِضْعُ، فَهُوَ اسْمٌ يَقَعُ عَلَى أَحَدِ أَجْزَاءِ الأَعْدَادِ، لأَنَّ الْحِسَابَ بِنَاؤُهُ عَلَى ثَلاَثَةِ أَشْيَاءَ: عَلَى الأَعْدَادِ، وَالْفُصُولِ، وَالتَّرْكِيبِ، فَالأَعْدَادُ مِنَ الْوَاحِدِ إِلَى التِّسْعَةِ، وَالْفُصُولُ هِيَ الْعَشَرَاتُ وَالْمِئُونُ وَالْأُلُوفُ، وَالتَّرْكِيبُ مَا عَدَا مَا ذَكَرْنَا. وَقَدْ تَتَبَّعْتُ مَعْنَى الْخَبَرِ مُدَّةً، وَذَلِكَ أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَتَكَلَّمْ قَطُّ إِلاَّ بِفَائِدَةٍ، وَلاَ مِنْ سُنَنِهِ شَيْءٌ لاَ يُعْلَمُ مَعْنَاهُ، فَجَعَلْتُ أَعُدُّ الطَّاعَاتِ مِنَ الإِيمَانِ، فَإِذَا هِيَ تَزِيدُ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ شَيْئًا كَثِيرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى السُّنَنِ، فَعَدَدْتُ كُلَّ طَاعَةٍ عَدَّهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الإِيمَانِ، فَإِذَا هِيَ تَنْقُصُ مِنَ الْبِضْعِ وَالسَّبْعِينَ، فَرَجَعْتُ إِلَى مَا بَيْنَ الدَّفَّتَيْنِ مِنْ كَلاَمِ رَبِّنَا، وَتَلَوْتُهُ آيَةً آيَةً بِالتَّدَبُّرِ، وَعَدَدْتُ كُلَّ طَاعَةٍ عَدَّهَا اللَّهُ جَلَّ وَعَلاَ مِنَ الإِيمَانِ، فَإِذَا هِيَ تَنْقُصُ عَنِ الْبِضْعِ وَالسَّبْعِينَ، فَضَمَمْتُ الْكِتَابَ إِلَى السُّنَنِ، وَأَسْقَطْتُ الْمُعَادَ مِنْهَا، فَإِذَا كُلُّ شَيْءٍ عَدَّهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَلاَ مِنَ الإِيمَانِ فِي كِتَابِهِ، وَكُلُّ طَاعَةٍ جَعَلَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الإِيمَانِ فِي سُنَنِهِ تِسْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً لاَ يَزِيدُ عَلَيْهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْهَا شَيْءٌ، فَعَلِمْتُ أَنَّ مُرَادَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي الْخَبَرِ أَنَّ الإِيمَانَ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَنِ، فَذَكَرْتُ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ بِكَمَالِهَا بِذِكْرِ شُعْبَةَ فِي كِتَابِ وَصْفُ الإِيمَانِ وَشُعَبِهِ بِمَا أَرْجُو أَنَّ فِيهَا الْغَنِيَّةَ لِلْمُتَأَمِّلِ إِذَا تَأَمَّلَهَا، فَأَغْنَى ذَلِكَ عَنْ تِكْرَارهَا فِي هَذَا الْكِتَابِ. وَالدَّلِيلُ عَلَى أَنَّ الإِيمَانَ أَجْزَاءٌ بِشُعَبٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي خَبَرِ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ: الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً: أَعْلاَهَا شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، فَذَكَرَ جُزْءًا مِنْ أَجْزَاءِ شُعَبِهِ، هِيَ كُلُّهَا فَرْضٌ عَلَى الْمُخَاطَبِينَ فِي جَمِيعِ الأَحْوَالِ، لأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَقُلْ: وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، وَالإِيمَانُ بِمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَمَا يُشْبِهُ هَذَا مِنْ أَجْزَاءِ هَذِهِ الشُّعْبَةِ، وَاقْتَصَرَ عَلَى ذِكْرِ جُزْءٍ وَاحِدٍ مِنْهَا، حَيْثُ قَالَ: أَعْلاَهَا شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، فَدَلَّ هَذَا عَلَى أَنَّ سَائِرَ الأَجْزَاءِ مِنْ هَذِهِ الشُّعْبَةِ كُلُّهَا مِنَ الإِيمَانِ، ثُمَّ عَطَفَ فَقَالَ: وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، فَذَكَرَ جُزْءًا مِنْ أَجْزَاءِ شُعَبِهِ هِيَ نَفْلٌ كُلُّهَا لِلْمُخَاطَبِينَ فِي كُلِّ الأَوْقَاتِ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ سَائِرَ الأَجْزَاءِ الَّتِي هِيَ مِنْ هَذِهِ الشُّعْبَةِ وَكُلَّ جُزْءٍ مِنْ أَجْزَاءِ الشُّعَبِ الَّتِي هِيَ مِنْ بَيْنِ الْجُزْأَيْنِ الْمَذْكُورَيْنِ فِي هَذَا الْخَبَرِ اللَّذَيْنِ هُمَا مِنْ أَعْلَى الإِيمَانِ وَأَدْنَاهُ كُلُّهُ مِنَ الإِيمَانِ. وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ، فَهُوَ لَفْظَةٌ أُطْلِقَتْ عَلَى شَيْءٍ بِكِنَايَةِ سَبَبِهِ، وَذَلِكَ أَنَّ الْحَيَاءَ جِبِلَّةٌ فِي الإِنْسَانِ، فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُكْثِرُ فِيهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَقِلُّ ذَلِكَ فِيهِ، وَهَذَا دَلِيلٌ صَحِيحٌ عَلَى زِيَادَةِ الإِيمَانِ وَنُقْصَانِهِ، لأَنَّ النَّاسَ لَيْسُوا كُلُّهُمْ عَلَى مَرْتَبَةٍ وَاحِدَةٍ فِي الْحَيَاءِ. فَلَمَّا اسْتَحَالَ اسْتِوَاؤُهُمْ عَلَى مَرْتَبَةٍ وَاحِدَةٍ فِيهِ، صَحَّ أَنَّ مَنْ وُجِدَ فِيهِ أَكْثَرُ، كَانَ إِيمَانُهُ أَزِيدَ، وَمَنْ وُجِدَ فِيهِ مِنْهُ أَقَلُّ، كَانَ إِيمَانُهُ أَنْقَصَ. وَالْحَيَاءُ فِي نَفْسِهِ: هُوَ الشَّيْءُ الْحَائِلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَبَيْنَ مَا يُبَاعِدُهُ مِنْ رَبِّهِ مِنَ الْمَحْظُورَاتِ، فَكَأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ تَرْكَ الْمَحْظُورَاتِ شُعْبَةً مِنَ الإِيمَانِ بِإِطْلاَقِ اسْمِ الْحَيَاءِ عَلَيْهِ، عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ.
Shahih Ibnu Hibban 167: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Qudamah Ubaidillah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amru Al Aqadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Iman memiliki enam puluh cabang lebih. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman.” [1:1]. Abu Hatim berkata: Sulaiman bin Bilal meriwayatkan singkat hadits ini. Ia tidak menyebutkan cabang keimanan yang paling tinggi dan cabang yang paling rendah. Dan ia hanya menyebutkan enam puluh lebih cabang keimanan dan tidak menyebutkan jumlah tujuh puluh lebih. Hadits yang menyebutkan tujuh puluh lebih adalah hadits menyeluruh yang shahih tanpa ada keraguan tentang keshahihannya. Sedangkan hadits Sulaiman bin Bilal adalah hadits singkat yang tidak menyeluruh. Adapun kata Bidh ’u, itu adalah istilah untuk salah satu bilangan satuan (adad), karena hitungan itu, polanya ada tiga: adad, fushuul dan tarkiib. Adad adalah bilangan satuan dari satu sampai sembilan. Fushuul adalah bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan. Sedangkan tarkiib adalah bilangan selain yang telah kami jelaskan. Aku sendiri telah meneliti makna hadits ini beberapa lama. Hal ini karena pendapat madzhab kita bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pemah membicarakan sesuatu pun yang tidak ada manfaatnya dan tidak ada dari sunnah-sunnahnya yang tidak diketahui maknanya. Kita meyakini bahwa tidak ada satupun lafazh yang termaktub di dalam hadits yang tidak diketahui maknanya. . Aku kemudian menghitung semua ketaatan yang termasuk dalam bagian dari iman. Dan ternyata jumlahnya jauh lebih besar dari pada jumlah ini. Aku pun selanjutnya merujuk kepada berbagai hadits dan kemudian menghitung setiap ibadah dan ketaatan yang dinilai oleh Nabi sebagai bagian keimanan. Dan ternyata amal ibadah dan ketaatan itu jumlahnya kurang dari ‘tujuh puluh lebih’. Lalu aku merujuk kepada lembaran-lembaran kalam Ilahi, Al Qur'an. Aku membaca ayat demi ayat dengan penuh pencermatan (tadabbur). Aku menghitung setiap ketaatan yang Allah nilai sebagai bagian keimanan. Dan ternyata, jumlahnya tidak mencapai ‘tujuh puluh lebih’ cabang. Kemudian aku menggabungkan antara ketaatan yang tertera di dalam Al Qu’ran dengan ketaatan yang tercantum di dalam As-Sunnah, seraya mengeliminasi pengulangan-pengulangan yang ada. Dan ternyata, segala sesuatu yang Allah pandang sebagai bagian keimanan di dalam Al Qur'an, dan segala ketaatan yang Rasulullah anggap sebagai bagian iman di dalam As-Sunnah,semuanya berjumlah tujuh puluh sembilan cabang, tidak kurang dan tidak lebih. Dengan itu aku menjadi tahu bahwa yang dimaksud oleh Nabi dalam sabdanya bahwa iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang adalah cabang- cabang keimanan yang termaktub di dalam Al Qur'an dan As-Sunnah. Setelah itu aku berinisiatif untuk mengemukakan masalah ini secara detail dengan menguraikan cabang-cabang keimanan di dalam kitab Washf Al Iman Wa Syu’abihi (sifat-sifat iman dan cabang-cabangnya). Aku berharap kitab tersebut bisa mencukupi hasrat orang-orang yang hendak merenungi permasalahan yang cukup penting ini. Maka tidak perlu mengulangi pembahasannya lagi di dalam kitab ini. Adapun dalil yang menetapkan bahwa iman itu memiliki bentuk dan cabang yang beragam adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Abdullah bin Dinar; “Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang. Cabang iman yang paling tinggi adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Pada hadits ini, Rasulullah menyebutkan satu bagian cabangnya. Bagian- bagian keimanan tersebut seluruhnya difardhukan kepada mukhatabin (manusia) dalam seluruh kondisi. Hal itu, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Dan kesaksian bahwa aku adalah utusan Allah, beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, surga, neraka, dan sejenisnya yang menyerupai bagian-bagian cabang ini.” Rasulullah hanya menyebutkan satu bagian cabang saja dari bagian-bagian cabangnya, dengan mengatakan, “Cabang iman yang paling tinggi adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah." Itu menunjukkan bahwa semua bagian dari cabang ini adalah bagian dari iman. Selanjutnya Rasulullah menyambung sabdanya dan berkata, “Dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” Di sini, Rasulullah menyebutkan salah satu bagian dari bagian-bagian cabang keimanan yang seluruhnya berupa anjuran dan dorongan bagi mukhatabin dalam seluruh kondisi. Ini semua menunjukkan bahwa seluruh bagian dari cabang keimanan ini dan setiap bagian dari bagian cabang-cabang yang berada di antara dua cabang yang disebutkan di dalam khabar ini, yaitu cabang tertinggi dan cabang terendah, seluruhnya merupakan bagian dari iman. Adapun sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan merupakan sebuah ungkapan untuk sesuatu makna dengan menggunakan kinayah (sindiran) kepada sebabnya. Hal itu karena malu merupakan tabiat murni manusia. Di antara mereka, ada orang yang memiliki rasa malu yang cukup besar, ada pula yang memiliki rasa malu yang relatif kecil. Dan ini dalil shahih yang menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang (fluktuasi iman), karena manusia tidak pernah seragam dan berada di satu tingkat rasa malu. Jadi, manakala mustahil semua orang memiliki kadar rasa malu yang sama, maka benar bahwa orang yang terdapat kadar rasa malunya lebih besar, imannya lebih banyak. Sebaliknya, orang yang kadar malunya lebih sedikit, imannya lebih kurang. Pengertian malu itu sendiri adalah sesuatu yang menghalangi antara seseorang dan berbagai kemaksiatan yang menjauhkan dirinya dari Tuhannya. Dengan demikian, dengan hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seolah-olah menjadikan tindakan meninggalkan larangan-larangan sebagai salah satu cabang dari keimanan. Yaitu dengan menyebutkan nama malu atasnya atas dasar yang telah kami kemukakan.”
صحيح ابن حبان ١٦٨: أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمِنْهَالِ الضَّرِيرُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ، قَالَ: خَرَجْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ، وَقُلْنَا: لَعَلَّنَا لَقِينَا رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَسْأَلَهُ عَنِ الْقَدَرِ، فَلَقِيَنَا ابْنَ عُمَرَ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَكِلُ الْكَلاَمَ إِلَيَّ، فَقُلْنَا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَدْ ظَهَرَ عِنْدَنَا أُنَاسٌ يَقْرَؤُونَ الْقُرْآنَ يَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ تَقَفُّرًا، يَزْعُمُونَ أَنْ لاَ قَدَرَ، وَأَنَّ الأَمْرَ أُنُفٌ. قَالَ: فَإِنْ لَقِيتَهُمْ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنِّي مِنْهُمْ بَرِيءٌ، وَهُمْ مِنِّي بُرَآءُ، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ ابْنُ عُمَرَ: لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، ثُمَّ لَمْ يُؤْمِنْ بِالْقَدَرِ لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ. ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: بَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ جَالِسًا، إِذْ جَاءَ شَدِيدُ سَوَادِ اللِّحْيَةِ، شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ، فَوَضَعَ رُكْبَتَهُ عَلَى رُكْبَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا الإِسْلاَمُ؟ قَالَ: شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَإِقَامُ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ، وَصَوْمُ رَمَضَانَ، وَحَجُّ الْبَيْتِ، قَالَ: صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا مِنْ سُؤَالِهِ إِيَّاهُ، وَتَصْدِيقِهِ إِيَّاهُ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي: مَا الإِيمَانُ؟ قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ حُلْوِهِ وَمُرِّهِ، قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ: فَعَجِبْنَا مِنْ سُؤَالِهِ إِيَّاهُ، وَتَصْدِيقِهِ إِيَّاهُ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي: مَا الإِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: مَا الْمَسْؤُولُ بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ، قَالَ: فَمَا أَمَارَتُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ. قَالَ: فَتَوَلَّى وَذَهَبَ. فَقَالَ عُمَرُ: فَلَقِيَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ ثَالِثَةٍ، فَقَالَ: يَا عُمَرُ، أَتَدْرِي مَنِ الرَّجُلُ؟ قُلْتُ: لاَ، قَالَ: ذَاكَ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ.
Shahih Ibnu Hibban 168: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Kahmas bin Al Hasan menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya’mar, dia berkata: Aku bersama Humaid Al Himyari berangkat untuk melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah. . Kami berkata, “Semoga kita berdua bisa bertemu dengan salah seorang dari sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga bisa bertanya kepadanya tentang masalah qadar (ketentuan dan ketetapan Allah)”. Lalu kami pun bertemu dengan Ibnu Umar. Aku sendiri menduga saat itu ia mempersilahkan aku untuk berbicara. Kami pun berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, di tempat kami telah muncul orang-orang yang kerap membaca Al Qur'an dan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Namun mereka mengklaim tidak ada qadar dan meyakini bahwa segala sesuatu berlaku dengan sendirinya.” Ibnu Umar berkata, “Jika kamu berjumpa dengan mereka, beri tahukan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat Yang dengan-Nya Ibnu Umar bersumpah, seandainya seseorang dari mereka mendermakan emas sebesar gunung Uhud, sedangkan kemudian dia tidak beriman kepada ketentuan Allah, niscaya tidak diterima.” Selanjutnya Ibnu Umar berkata: Umar bin Khaththab RA menceritakan kepadaku, dia berkata: Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang jenggotnya sangat hitam dan bajunya sangat putih. Lalu dia meletakkan lututnya di atas lutut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah Islam itu?” Beliau menjawab, “(yaitu) bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalatt menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji.” Dia berkata, “Kamu benar.” Umar berkata: Kami heran atas pertanyaannya dan pembenarannya terhadap jawaban Nabi. Dia berkata, “Sekarang beritahukan kepadaku: apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Bahwa kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul- Nya, kebangkitan setelah kematian, dan takdir; baik maupun buruk dan manis maupun pahit” Dia berkata, “Kamu benar.” Umar berkata: Kami heran atas pertanyaannya dan pembenarannya terhadap jawaban Nabi. Dia berkata, “Sekarang beritahukan kepadaku: apakah ihsan itu?’ Beliau menjawab, “ Yaitu engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” Laki-laki itu bertanya, “Kabarkan kepadaku kapan hari kiamat terjadi?” Beliau menjawab, “Tidaklah orang yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia bertanya, “Lalu apa tanda-tandanya?” Beliau menjawab; “(yaitu) Ketika seorang hamba sahaya perempuan melahirkan tuannya, dan ketika engkau melihat orang-orang yang tidak mengenakan alas kaki, yang telanjang menduduki tampuk kepemimpinan. Mereka berlomba membangun gedung-gedung tinggi.” Umar berkata: Kemudian laki-laki itu berpaling dan beranjak pergi. Umar berkata: Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui setelah yang ketiga. Beliau lalu bertanya kepadaku, “ Wahai Umar, tahukah kamu siapa laki-laki ituT' Aku menjawab, “Tidak.” Beliau berkata, “Ia adalah I Jibril, Datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian.”
صحيح ابن حبان ١٦٩: أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ زُهَيْرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ بِسْطَامٍ، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الأَعْمَشِ، وَحَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، وَعَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ فَقُلْتُ: وَإِنْ زَنَى، وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَى، وَإِنْ سَرَقَ.
Shahih Ibnu Hibban 169: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Bistham menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Daud menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dan Habib bin Abi Tsabit dan Abdul Aziz bin Rufai’dari Zaid bin Wahab dari Abu Dzarr, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berkata: ‘Tiada Tuhan selain Allah niscaya ia masuk surga." Akupun bertanya, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri?” Beliau menjawab, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri." [3:63]
صحيح ابن حبان ١٧٠: أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيدَ الْقَطَّانُ، بِالرَّقَّةِ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، قَالَ: أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ، بِالرَّبَذَةِ، يَقُولُ: كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَرَّةِ الْمَدِينَةِ فَاسْتَقْبَلَنَا أُحُدٌ، فَقَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ، مَا يَسُرُّنِي أَنَّ أُحُدًا لِي ذَهَبًا أُمْسِي وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إِلاَّ أَصْرِفُهُ لِدَيْنٍ، ثُمَّ مَشَى، وَمَشَيْتُ مَعَهُ، فَقَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللهِ وَسَعْدَيْكَ، فَقَالَ: إِنَّ الأَكْثَرِينَ هُمُ الأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ، لاَ تَبْرَحْ حَتَّى آتِيَكَ، ثُمَّ انْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى، فَسَمِعْتُ صَوْتًا فَقُلْتُ: أَنْطَلِقُ. ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِي فَلَبِثْتُ حَتَّى جَاءَ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي سَمِعْتُ صَوْتًا فَأَرَدْتُ أَنْ أُدْرِكَكَ، فَذَكَرْتُ قَوْلَكَ لِي، فَقَالَ: ذَلِكَ جِبْرِيلُ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ: مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَإِنْ زَنَى، وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَى، وَإِنْ سَرَقَ، أَخْبَرْنَاهُ الْقَطَّانُ فِي عَقِبِهِ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ.
Shahih Ibnu Hibban 170: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan di daerah Ar-Raqah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Zaid bin Wahab, dia berkata: Aku bersaksi bahwa aku sungguh mendengar Abu Dzarr di daerah Rabadzah, dia berkata: Aku pernah berjalan kaki bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. di Harrah Al Madinah. Kemudian tiba di kawasan gunung Uhud yang telah tampak di depan kami. Lalu Beliau berkata; “ Wahai Abu Dzarr, seandainya aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud ini, sama sekali tidak membuatku senang Dan (demikian) aku punya saat ini hanya satu dinar emas saja, kecuali aku pergunakan untuk membayar utangku.” Lalu Beliau meneruskan langkah, dan aku berjalan bersama Beliau, lalu Beliau berkata, “ Wahai Abu DzarrF' Aku pun menjawab, “Labbaik, wahai Rasulullah, Wa Sa’daikl (aku memenuhi panggilanmu dengan penuh kegembiraan).” Beliau berkata, “ Se orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah golongan orang yang memiliki sedikit harta (yakni pahala) pada hari kiamat.” Kemudian Beliau berkata, “ Abu Dzar, jangan ke mana-mana sampai aku kembali menemuimu.” Kemudian Beliau beranjak pergi hingga tubuhnya terlindung dari penglihatan. Lalu aku mendengar suara, maka aku berkata di dalam hati, “Aku harus berangkat.” Namun aku teringat ucapaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepadaku. Maka aku berdiam menunggu sejenak sampai akhiranya Beliau datang. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah mendengar suara. Lalu aku ingin menyusulmu, tetapi aku teringat pesanmu kepadaku.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “ adalah Jibril. Dia datang kepadaku dan mengabarkan bahwa siapa saja di antara umatku yang mati dengan tidak pernah memnyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, niscaya ia masuk surga” Lalu aku bertanya, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri.” Al Qaththan mengabarkan kepada kami setelahnya, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Abu Shalih dari Abu Darda dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan teks yang sama. [3:26]