مسند الشافعي

Musnad Syafi'i

Musnad Syafi'i #1731

مسند الشافعي ١٧٣١: أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ لِأَهْلِ السِّقَايَةِ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ أَنْ يَبِيتُوا بِمَكَّةَ لَيَالِيَ مِنًى

Musnad Syafi'i 1731: Yahya bin Sulaim mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar: Bahwa Nabi memberikan rukhshah kepada pengurus jabatan siqayah dari kalangan ahli baitnya untuk menginap di Makkah, di malam-malam Mina. 958

Musnad Syafi'i #1732

مسند الشافعي ١٧٣٢: أَخْبَرَنَا مُسْلِمٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، مِثْلَهُ، وَزَادَ عَطَاءٌ: مِنْ أَجْلِ سِقَايَتِهِمْ

Musnad Syafi'i 1732: Muslim mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Atha tentang hadits yang semisal. Atha menambahkan, "Karena pekeijaan mereka yang mengurus siqayah." 959

Musnad Syafi'i #1733

مسند الشافعي ١٧٣٣: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَحْوَلِ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ، إِلَّا أَنَّهُ رُخِّصَ لِلْمَرْأَةِ الْحَائِضِ

Musnad Syafi'i 1733: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Sulaiman Al Ahwal, dan Thawus, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: Orang-orang diperintahkan agar akhir masa (ibadah haji) mereka ialah di Baitullah, hanya saja hal itu dimaafkan bagi wanita yang sedang haid sebagai rukhshah. 960

Musnad Syafi'i #1734

مسند الشافعي ١٧٣٤: أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ نَافِعِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَحَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، كِلَاهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنِ الشِّغَارِ وَزَادَ مَالِكٌ فِي حَدِيثِهِ: وَالشِّغَارُ: أَنْ يُزَوِّجَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ ابْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوِّجَهُ ابْنَتَهُ

Musnad Syafi'i 1734: Malik bin Anas mengabarkan kepada kami dari Nafi' dari Ibnu Umar, dan Muslim bin Khalid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir yang keduanya (Ibnu Umar dan Jabir) meriwayatkan hadits berikut dari Nabi : Nabi telah melarang nikah syighar. 961 Malik di dalam haditsnya menambahkan sebagai berikut: Nikah syighar ialah bila seorang lelaki mengawinkan anak perempuannya (dengan seseorang) dengan syarat hendaknya lelaki tersebut mengawinkannya pula dengan anak perempuannya.

Musnad Syafi'i #1735

مسند الشافعي ١٧٣٥: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ: كَانَتْ بِنْتُ مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ عِنْدَ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ فَكَرِهَ مِنْهَا شَيْئًا، إِمَّا كِبْرًا وَإِمَّا غَيْرَهُ، فَأَرَادَ أَنْ يُطَلِّقَهَا فَقَالَتْ: لَا تُطَلِّقْنِي وَأَنَا أُحْلِلْكَ، فَنَزَلَ فِي ذَلِكَ: {وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا} [النِّسَاء: 128] الْآيَةُ. قَالَ: فَمَضَتْ بِذَلِكَ السُّنَّةُ سَمِعْتُ الرَّبِيعَ بْنَ سُلَيْمَانَ، يَقُولُ: كَتَبَ إِلَيَّ أَبُو يَعْقُوبَ الْبُوَيْطِيُّ " أَنِ أَصْبِرْ، نَفْسَكَ لِلْغُرَبَاءِ وَأَحْسِنْ خُلُقَكَ لِأَهْلِ حَلْقَتِكَ؛ فَإِنِّي لَمْ أَزَلْ أَسْمَعُ الشَّافِعِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكْثِرُ أَنْ يَتَمَثَّلَ بِهَذَا الْبَيْتِ: [الْبَحْر الطَّوِيل] أُهِينُ لَهُمْ نَفْسِي لِكَيْ يُكْرِمُونَهَا ... وَلَنْ تُكْرَمَ النَّفْسُ الَّتِي لَا تُهِينُهَا

Musnad Syafi'i 1735: Suiyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Musayyab: Anak perempuan Muhammad bin Maslamah menjadi istri Rafi' bin Khudaij, tetapi Rafi' tidak menyukai sesuatu hal pada dirinya, barangkali karena usianya yang telah tua atau faktor lain. Maka, Rafi' bermaksud menceraikannya. Tetapi anak perempuan Muhammad bin Maslamah berkata, "Janganlah engkau menceraikan diriku, tetapi biarkanlah aku menjadi istrimu dan gilirlah aku sesukamu." Maka, Allah menurunkan firman-Nya sehubungan dengan peristiwa tersebut, "Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya," hingga akhir ayat (Qs. An-Nisaa' [4]: 128) Ibnu Al Musayyab berkata, "Maka ketentuan tersebut dijadikan sebagai sunnah." 962 Aku mendengar Ar-rabi' bin Sulaiman berkata, “Abu Ya'qub Al Buwaithi mengirimkan surat kepadaku agar bersabar terhadap anggapan asing, dan perbaikilah akhlakmu kepada keluargamu, karena sesungguhnya aku selalu mendengar Asy-Syafi'i selalu menggambarkan rumah ini. Aku menghinakan nafsuku untuk mereka agar mereka memuliakannya Dan tidaklah nafsu memuliakan sesuatu yang tidak dihinakan

Musnad Syafi'i #1736

مسند الشافعي ١٧٣٦: أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ، وَسَعِيدٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ، أَنَّ ابْنَ أُمِّ الْحَكَمِ، سَأَلَ امْرَأَةً لَهُ أَنْ يُخْرِجَهَا مِنْ مِيرَاثِهَا مِنْهُ فِي مَرَضِهِ فَأَبَتْ فَقَالَ: لَأُدْخِلَنَّ عَلَيْكِ فِيهِ مَنْ يَنْقُصُ حَقَّكِ أَوْ يُضِرُّ بِهِ، فَنَكَحَ ثَلَاثًا فِي مَرَضِهِ، أَصْدَقَ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ أَلْفَ دِينَارٍ، فَأَجَازَ ذَلِكَ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مَرْوَانَ. قَالَ سَعِيدُ بْنُ سَالِمٍ: إِنْ كَانَ ذَلِكَ صَدَاقُ مِثْلِهِنَّ جَازَ، وَإِنْ كَانَ أَكْثَرَ رُدَّتِ الزِّيَادَةُ. وَقَالَ فِي الْمُحَابَاةِ كَمَا قُلْتُ

Musnad Syafi'i 1736: Muslim bin Khalid dan Sa'id mengabarkan kepadaku dari Ibnu Juraij, dari Ikrimah bin Khalid: Ibnu Ummul Hakam meminta kepada istrinya agar mengeluarkan sedekah dari sebagian harta yang ada padanya di saat ia sedang sakit, tetapi istrinya menolak. Maka Ibnu Ummul Hakam berkata, "Sesungguhnya aku akan memasukkan kepadamu orang-orang yang akan mengurangi hakmu (atau menjadi madunya)." Lalu, ia menikah 3 kali dalam masa sakitnya dan memberikan maskawin kepada setiap istri barunya itu sebanyak 1000 dinar. Hal tersebut dibolehkan oleh Abdul Malik bin Marwan. 963 Said bin Salim berkata, "Jika sejumlah itu merupakan maskawin yang sepadan, maka dibolehkan; tetapi jika lebih dari itu, maka sisanya harus dikembalikan (kepada ahli warisnya)." Di dalam kitab Al Muhabah, ia berkata, "Perihalnya seperti apa yang kamu katakan."

Musnad Syafi'i #1737

مسند الشافعي ١٧٣٧: أَخْبَرَنَا سَعِيدٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عِكْرِمَةَ بْنَ خَالِدٍ، يَقُولُ: أَرَادَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أُمِّ الْحَكَمِ فِي شَكْوَاهُ أَنْ يُخْرِجَ، امْرَأَتَهُ مِنْ مِيرَاثِهَا فَأَبَتْ، فَنَكَحَ عَلَيْهَا ثَلَاثَ نِسْوَةٍ وَأَصْدَقَهُنَّ أَلْفَ دِينَارٍ كُلَّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ، فَأَجَازَ ذَلِكَ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مَرْوَانَ وَشَرَّكَ بَيْنَهُنَّ فِي الثُّمُنِ قَالَ الرَّبِيعُ: هَذَا قَوْلُ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَرَى ذَلِكَ صَدَاقَ مِثْلَهُنَّ، وَلَوْ كَانَ أَكْثَرَ مِنْ صَدَاقِ مِثْلِهِنَّ جَازَ النِّكَاحُ وَبَطَلَ مَا زَادَ عَلَى صَدَاقِ مِثْلِهِنَّ إِنْ مَاتَ مِنْ مَرَضِهِ ذَلِكَ لِأَنَّهُ فِي حُكْمِ الْوَصِيَّةِ، وَالْوَصِيَّةُ لَا تَجُوزُ لِوَارِثٍ

Musnad Syafi'i 1737: Sa'id mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Amr bin Dinar; ia pernah mendengar Ikrimah bin Khalid mengatakan: Abdurrahman bin Ummul Hakam dalam sakitnya bermaksud agar istrinya mengeluarkan sebagian dari hak warisnya untuk sedekah, tetapi ia menolak. Maka Abdurrahman menikah lagi dengap 3 orang wanita, dan ia memberikan maskawin kepada setiap istri barunya itu sebanyak 1000 dinar. Hal tersebut diperbolehkan oleh Abdul Malik bin Marwan. Kemudian mereka semua bersekutu dalam seperdelapan. 964 Ar-Rabi' mengatakan bahwa ini perkataan Asy-Syafi'i . Asy-Syafi'i menyebutkan, "Aku berpendapat bahwa hal itu merupakan maskawin sepadannya." Ia mengesahkan pernikahan itu dan membatalkan apa yang lebih dari maskawin sepadannya, jika si suami meninggal dunia dalam sakitnya itu. Dikatakan demikian karena hal itu hukumnya sama dengan wasiat, sedangkan wasiat untuk ahli waris tidak diperbolehkan.

Musnad Syafi'i #1738

مسند الشافعي ١٧٣٨: أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ سَالِمٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ نَافِعٍ، مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: كَانَتْ بِنْتُ حَفْصِ بْنِ الْمُغِيرَةِ عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ فَطَلَّقَهَا تَطْلِيقَةً، ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَزَوَّجَهَا فَحُدِّثَ أَنَّهَا، عَاقِرٌ لَا تَلِدُ فَطَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يَجَامِعَهَا، فَمَكَثَتْ حَيَاةَ عُمَرَ وَبَعْضَ خِلَافَةِ عُثْمَانَ ثُمَّ تَزَوَّجَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي رَبِيعَةَ وَهُوَ مَرِيضٌ لِتُشْرِكَ نِسَاءَهُ فِي الْمِيرَاثِ، وَكَانَ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ قَرَابَةٌ

Musnad Syafi'i 1738: Sa'id bin Salim mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Musa bin Uqbah, dari Nafi' maula Ibnu Umar, ia mengatakan: Bintu Hafsh bin Mughirah menjadi istri Abdullah bin Abu Rabi'ah, lalu Abdullah menceraikannya dengan sekali thalak. Kemudian Umar bin Khaththab menikahinya. Setelah itu, ia mendapat berita bahwa istrinya itu mandul, maka Umar menceraikannya sebelum menggaulinya. Bintu Hafsh menjanda selama masa kekhalifahan Umar dan sebagian dari masa kekhalifahan Utsman. Kemudian ia dikawini oleh Abdullah bin Abu Rabi'ah yang sedang sakit agar ia ikut bersekutu dengan para istrinya yang lain dalam mewarisi, mengingat antara dia dan Abdullah ada hubungan famili. 965

Musnad Syafi'i #1739

مسند الشافعي ١٧٣٩: أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ ابْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، نَكَحَ وَهُوَ مَرِيضٌ فَجَازَ ذَلِكَ

Musnad Syafi'i 1739: Muslim bin Khalid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dan Nafi': Bahwa Abu Rabi'ah menikah ketika sedang sakit keras, dan hal itu diperbolehkan. 966

Musnad Syafi'i #1740

مسند الشافعي ١٧٤٠: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَقْضِي الْقَاضِي، أَوْ لَا يَحْكُمُ الْحَاكِمُ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ»

Musnad Syafi'i 1740: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dan Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya bahwa Rasulullah telah bersabda, "Janganlah seorang qadhi memutuskan perkara, atau janganlah seorang hakim memutuskan perkara di antara 2 orang yang bersengketa sedangkan dia dalam keadaan marah."957