سنن الترمذي ١٠٤٣: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الشِّغَارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ عَامَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا يَرَوْنَ نِكَاحَ الشِّغَارِ وَالشِّغَارُ أَنْ يُزَوِّجَ الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوِّجَهُ الْآخَرُ ابْنَتَهُ أَوْ أُخْتَهُ وَلَا صَدَاقَ بَيْنَهُمَا و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ نِكَاحُ الشِّغَارِ مَفْسُوخٌ وَلَا يَحِلُّ وَإِنْ جُعِلَ لَهُمَا صَدَاقًا وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَقَ وَرُوِيَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ أَنَّهُ قَالَ يُقَرَّانِ عَلَى نِكَاحِهِمَا وَيُجْعَلُ لَهُمَا صَدَاقُ الْمِثْلِ وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْكُوفَةِ
Sunan Tirmidzi 1043: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Musa Al Anshari], telah menceritakan kepada kami [Ma'an] telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang nikah syighar. Abu Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan sahih. Kebanyakan ulama mengamalkannya. Mereka berpendapat: nikah shighar tidak boleh. Nikah syighar adalah seorang laki-laki menikahkan anak gadisnya (kepada seseorang) dengan syarat orang tersebut menikahkan anak gadisnya atau saudara wanitanya dengannya tanpa adanya mahar. sebagian ulama berpendapat: nikah syighar hukumnya adalah batal dan tidak halal, walau keduanya memakai mahar. Ini pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Diriwayatkan dari 'Atha` bin Abu Rabah bahwa dia berkata: 'Ditetapkan nikah keduanya dengan membayarkan masing-masing mahar mitsl (sepadan). Ini juga merupakan pendapat penduduk Kufah'."
Grade
Abu Thahir Zubair 'Ali Zai : Shahih,
موطأ مالك ١٠٤٣: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ قَالَ كَانَتْ عِنْدَ جَدِّي حَبَّانَ امْرَأَتَانِ هَاشِمِيَّةٌ وَأَنْصَارِيَّةٌ فَطَلَّقَ الْأَنْصَارِيَّةَ وَهِيَ تُرْضِعُ فَمَرَّتْ بِهَا سَنَةٌ ثُمَّ هَلَكَ عَنْهَا وَلَمْ تَحِضْ فَقَالَتْ أَنَا أَرِثُهُ لَمْ أَحِضْ فَاخْتَصَمَتَا إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَقَضَى لَهَا بِالْمِيرَاثِ فَلَامَتْ الْهَاشِمِيَّةُ عُثْمَانَ فَقَالَ هَذَا عَمَلُ ابْنِ عَمِّكِ هُوَ أَشَارَ عَلَيْنَا بِهَذَا يَعْنِي عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ
Muwatha' Malik 1043: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Yahya bin Sa'id] dari [Muhammad bin Yahya bin Habban] ia berkata: "Kakekku, Habban memiliki dua orang isteri, yang satu dari keturunan bani Hasyim dan yang lain dari kaum Anshar. Dia menceraikan isterinya yang berasal dari Anshar, padahal isterinya sedang menyusui. Setelah setahun berlalu Habban meninggal dunia dan isterinya belum haid sama sekali. Isteri itu berkata: "Saya berhak mewarisi hartanya karena aku belum pernah haid sejak diceraikannya." Kedua isteri itupun berselisih pendapat dan mengadukannya kepada Utsman bin 'Affan. [Utsman bin 'Affan] memutuskan untuk memberikan warisan itu pada wanita Anshar, hingga isteri dari keturunan bani Hasyim mencelanya. Utsman bin 'Affan berkata: " [Anak pamanmu] juga melakukan hal yang sama, bahkan dia menyarankan kepada kami untuk melakukannya." Yang dia maksud ialah 'Ali bin Abu Thalib.
سنن الترمذي ١٠٤٤: حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ أَبِي حَرِيزٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُزَوَّجَ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا أَوْ عَلَى خَالَتِهَا وَأَبُو حَرِيزٍ اسْمُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حُسَيْنٍ حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَابْنِ عُمَرَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَأَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي أُمَامَةَ وَجَابِرٍ وَعَائِشَةَ وَأَبِي مُوسَى وَسَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ
Sunan Tirmidzi 1044: Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami], telah menceritakan kepada kami [Abdul A'la bin Abdul a'la], telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Abu 'Arubah] dari [Abu Hariz] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita dinikahi dalam waktu yang bersamaan dengan bibinya, baik bibi dari bapak atau bibi dari ibu. Abu Hariz bernama Abdullah bin Hushain. Telah mengabarkan kepada kami [Nashr bin Ali], telah menceritakan kepada kami [Abdul A'la] dari [Hisyam bin Hassan] dari [Ibnu Sirrin] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lafazh yang sama. (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: "Hadits semakna diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abdullah bin Umar, Abu Sa'id, Abu Umamah, Jabir, Aisyah, Abu Musa dan Samurah bin Jundab."
Grade
Abu Thahir Zubair 'Ali Zai : Shahih,
موطأ مالك ١٠٤٤: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ شِهَابٍ يَقُولُ إِذَا طَلَّقَ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا وَهُوَ مَرِيضٌ فَإِنَّهَا تَرِثُهُ قَالَ مَالِك وَإِنْ طَلَّقَهَا وَهُوَ مَرِيضٌ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا فَلَهَا نِصْفُ الصَّدَاقِ وَلَهَا الْمِيرَاثُ وَلَا عِدَّةَ عَلَيْهَا وَإِنْ دَخَلَ بِهَا ثُمَّ طَلَّقَهَا فَلَهَا الْمَهْرُ كُلُّهُ وَالْمِيرَاثُ الْبِكْرُ وَالثَّيِّبُ فِي هَذَا عِنْدَنَا سَوَاءٌ
Muwatha' Malik 1044: Telah menceritakan kepadaku dari Malik bahwa ia mendengar [Ibnu Syihab] berkata: "Jika seorang laki-laki menceraikan isterinya tiga kali sedang dia dalam keadaan sakit, maka isterinya berhak mewarisinya." Malik berkata: "Jika suami menceraikannya dalam keadaan sakit, sedang dia belum pernah menyetubuhinya, maka isterinya berhak menerima setengah dari maharnya, juga berhak atas harta warisannya, serta dia tidak perlu menjalani masa iddah. Jika suami pernah menyetubuhinya lalu dia menceraikannya, maka isteri berhak menerima maharnya secara penuh dan berhak mewarisinya. Dalam hal ini, gadis maupun janda hukumnya sama saja."
سنن الترمذي ١٠٤٥: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَنْبَأَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ حَدَّثَنَا عَامِرٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُنْكَحَ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا أَوْ الْعَمَّةُ عَلَى ابْنَةِ أَخِيهَا أَوْ الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا أَوْ الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا وَلَا تُنْكَحُ الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى وَلَا الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ عَامَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا نَعْلَمُ بَيْنَهُمْ اخْتِلَافًا أَنَّهُ لَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا أَوْ خَالَتِهَا فَإِنْ نَكَحَ امْرَأَةً عَلَى عَمَّتِهَا أَوْ خَالَتِهَا أَوْ الْعَمَّةَ عَلَى بِنْتِ أَخِيهَا فَنِكَاحُ الْأُخْرَى مِنْهُمَا مَفْسُوخٌ وَبِهِ يَقُولُ عَامَّةُ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالَ أَبُو عِيسَى أَدْرَكَ الشَّعْبِيُّ أَبَا هُرَيْرَةَ وَرَوَى عَنْهُ وَسَأَلْتُ مُحَمَّدًا عَنْ هَذَا فَقَالَ صَحِيحٌ قَالَ أَبُو عِيسَى وَرَوَى الشَّعْبِيُّ عَنْ رَجُلٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
Sunan Tirmidzi 1045: Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali Al Khallal], telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun], telah memberitakan kepada kami [Daud bin Abu Hind], telah menceritakan kepada kami ['Amir] dari [Abu Hurairah] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita dinikahi dalam waktu bersamaan dengan bibinya, atau seorang bibi (dinikahi) dalam waktu bersamaaan dengan anak saudara laki-laki (bibi tersebut), atau seorang wanita (dinikahi) dalam waktu bersamaan dengan bibinya dari ibu, atau seorang bibi dari ibu (dinikahi) dalam waktu bersamaan dengan putri saudara wanita (bibi tersebut). Tidak boleh dinikahi keponakan dalam waktu bersamaaan dengan bibinya, begitu pula sebaliknya. Abu Isa berkata: "Hadits Ibnu Abbas dan Abu Hurairah merupakan hadits hasan sahih. Kebanyakan ulama mengamalkannya. Kami tidak melihat ada perbedaan pendapat mereka, bahwa tidak halal bagi seorang laki-laki mengumpulkan seorang wanita dengan bibi dari bapak atau bibi dari ibu. Jika dia melakukannya, maka nikah yang keduanya adalah batal. Ini merupakan pendapat kebanyakan ulama. Abu Isa berkata: "Asy Sya'bi mendapatkan Abu Hurairah dan meriwayatkan darinya. Saya bertanya kepada Muhammad tentang hadits ini, dia menjawab: 'Sahih'." Abu Isa berkata: "Asy Sya'bi meriwayatkan dari seorang laki-laki dari Abu Hurairah."
Grade
Abu Thahir Zubair 'Ali Zai : Shahih,
مسند أحمد ١٠٤٥: حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَلِيٍّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لِي أَرَاكَ تَنَوَّقُ فِي قُرَيْشٍ وَتَدَعُنَا قَالَ عِنْدَكَ شَيْءٌ قُلْتُ ابْنَةُ حَمْزَةَ قَالَ هِيَ ابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ
Musnad Ahmad 1045: Telah menceritakan kepadaku Abdullah, telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Abdullah bin Numair] telah menceritakan kepada kami [bapakku] telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] dari [Sa'd bin Ubaidah] dari [Abu Abdurrahman] dari [Ali], berkata: "Wahai Rasulullah, kenapa saya melihat anda cenderung kepada orang Quraisy dan meninggalkan kami (Bani Hasyim)?" Beliau bertanya: "Apakah ada sesuatu?" Ali radliyallahu 'anhu menjawab: "Anak perempuan Hamzah." Beliau bersabda: "Itu adalah putri saudaraku sesusuan."
Grade
موطأ مالك ١٠٤٥: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ لِكُلِّ مُطَلَّقَةٍ مُتْعَةٌ إِلَّا الَّتِي تُطَلَّقُ وَقَدْ فُرِضَ لَهَا صَدَاقٌ وَلَمْ تُمْسَسْ فَحَسْبُهَا نِصْفُ مَا فُرِضَ لَهَا
Muwatha' Malik 1045: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Nafi'] dari [Abdullah bin Umar] ia berkata: "Setiap isteri yang diceraikan berhak menerima mut'ah, kecuali wanita yang maharnya telah ditentukan dan dia belum pernah disetubuhi oleh suaminya, maka dia hanya berhak menerima setengah dari mahar yang telah ditentukan untuknya."
سنن الترمذي ١٠٤٦: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ مَرْثَدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْيَزَنِيِّ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ يُوفَى بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ جَعْفَرٍ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ إِذَا تَزَوَّجَ رَجُلٌ امْرَأَةً وَشَرَطَ لَهَا أَنْ لَا يُخْرِجَهَا مِنْ مِصْرِهَا فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يُخْرِجَهَا وَهُوَ قَوْلُ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَبِهِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ وَرُوِي عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّهُ قَالَ شَرْطُ اللَّهِ قَبْلَ شَرْطِهَا كَأَنَّهُ رَأَى لِلزَّوْجِ أَنْ يُخْرِجَهَا وَإِنْ كَانَتْ اشْتَرَطَتْ عَلَى زَوْجِهَا أَنْ لَا يُخْرِجَهَا وَذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى هَذَا وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَبَعْضِ أَهْلِ الْكُوفَةِ
Sunan Tirmidzi 1046: Telah menceritakan kepada kami [Yusuf bin Isa], telah menceritakan kepada kami [Waki'], telah menceritakan kepada kami [Abdul Hamid bin Ja'far] dari [Yazid bin Abu Habib] dari [Martsad bin Abdullah Al Yazani Abu Al Khair] dari ['Uqbah bin 'Amir Al Juhani] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah syarat yang dilakukan untuk menghalalkan kemaluan." Telah menceritakan kepada kami [Abu Musa, Muhammad bin Al Mutsanna], telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Abdul Hamid bin Ja'far] seperti di atas. Abu Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan sahih. Sebagian kalangan ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di antaranya Umar bin khaththab berpendapat: jika seorang laki-laki menikahi seorang wanita dan mensyaratkan agar suami tidak mengeluarkannya dari desanya. Maka dia tidak boleh mengeluarkan istrinya. Ini pendapat sebagian ulama, juga pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, berkata: "Syarat Allah sebelum syaratnya." seolah dia berpendapat bahwa bagi suami bisa mengeluarkannya walau isteri sebelumnya mensyaratkan untuk tidak mengeluarkannya." Sebagian ulama juga berpendapat demikian. Ini juga merupakan pendapat Sufyan Ats Tsaur dan sebagian penduduk Kufah.
Grade
Abu Thahir Zubair 'Ali Zai : Shahih,
موطأ مالك ١٠٤٦: و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ مُطَلَّقَةٍ مُتْعَةٌ قَالَ مَالِك وَبَلَغَنِي عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ مِثْلُ ذَلِكَ قَالَ مَالِك لَيْسَ لِلْمُتْعَةِ عِنْدَنَا حَدٌّ مَعْرُوفٌ فِي قَلِيلِهَا وَلَا كَثِيرِهَا
Muwatha' Malik 1046: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Ibnu Syihab] ia berkata: "Setiap isteri yang diceraikan, dia berhak menerima mut'ah." Malik berkata: "Telah sampai kepadaku kabar dari Al Qasim bin Muhammad seperti ini." Malik berkata: "Bagi kami mut'ah tidak ada batasan minimal dan maksimalnya."
سنن الترمذي ١٠٤٧: حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِيَّ أَسْلَمَ وَلَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَأَسْلَمْنَ مَعَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَخَيَّرَ أَرْبَعًا مِنْهُنَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَكَذَا رَوَاهُ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ و سَمِعْت مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَعِيلَ يَقُولُ هَذَا حَدِيثٌ غَيْرُ مَحْفُوظٍ وَالصَّحِيحُ مَا رَوَى شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ وَغَيْرُهُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حُدِّثْتُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوَيْدٍ الثَّقَفِيِّ أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ أَسْلَمَ وَعِنْدَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ قَالَ مُحَمَّدٌ وَإِنَّمَا حَدِيثُ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ طَلَّقَ نِسَاءَهُ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ لَتُرَاجِعَنَّ نِسَاءَكَ أَوْ لَأَرْجُمَنَّ قَبْرَكَ كَمَا رُجِمَ قَبْرُ أَبِي رِغَالٍ قَالَ أَبُو عِيسَى وَالْعَمَلُ عَلَى حَدِيثِ غَيْلَانَ بْنِ سَلَمَةَ عِنْدَ أَصْحَابِنَا مِنْهُمْ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
Sunan Tirmidzi 1047: Telah menceritakan kepada kami [Hannad], telah menceritakan kepada kami ['Abdah] dari [Sa'id bin Abu 'Arubah] dari [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Salim bin Abdullah] dari [Ibnu Umar] bahwa Ghailan bin Salamah Ats Tsaqafi masuk Islam sedang dia saat itu memiliki sepuluh orang istri dari masa Jahiliyah. Mereka semuanya masuk Islam juga. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya agar memilih empat dari mereka. Abu Isa berkata: "Demikian yang diriwayatkan dari Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya" (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: "Saya telah mendengar Muhammad bin Isma'il berkata: hadits ini tidak mahfuzh. Yang sahih adalah yang diriwayatkan Syu'aib bin Abu Hamzah dan yang lainnya dari Az Zuhri, berkata: saya telah menceritakannya dari Muhammad bin Suwaid Ats Tsaqafi bahwa Ghailan bin Salamah masuk Islam, saat itu memiliki sepuluh istri. Muhammad berkata: "Hadits Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya bahwa seorang laki-laki dari Tsaqif telah menceraikan isterinya. Umar berkata kepadanya: 'Rujuklah pada para isterimu atau akan saya rajam kuburanmu sebagaimana kuburan Abu Righal". Abu Isa berkata: "Hadits ghailan bin Salamah diamalkan oleh sahabat kami, di antaranya adalah Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Grade
Abu Thahir Zubair 'Ali Zai : Dha'if,