مسند الشافعي ١٧٥٧: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ أَحْيَا مَوَاتًا فَهُوَ لَهُ، وَلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ»
Musnad Syafi'i 1757: Malik mengabarkan kepada kami dari Hisyam, dari ayahnya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu adalah untuknya, dan tidak ada hak bagi orang yang aniaya (ingin menguasai tanpa hak)."984
مسند الشافعي ١٧٥٨: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ أَحْيَا مَوْتًا مِنَ الْأَرْضِ فَهُوَ لَهُ، وَعَادِي الْأَرْضِ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ، ثُمَّ هِيَ لَكُمْ مِنِّي»
Musnad Syafi'i 1758: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ibnu Thawus bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu adalah untuknya; sedangkan tanah yang biasa adalah untuk Allah dan Rasulullah-Nya, kemudian tanah itu untuk kalian dariku."985
مسند الشافعي ١٧٥٩: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ حَسَنِ بْنِ الْقَاسِمِ الْأَزْرَقِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ نَضْلَةَ، أَنَّ أَبَا سُفْيَانَ بْنَ حَرْبٍ، قَامَ بِفِنَاءِ دَارِهِ فَضَرَبَ بِرِجْلِهِ وَقَالَ: «سَنَامُ الْأَرْضِ، إِنَّ لَهَا أَسْنَامًا، زَعَمَ ابْنُ فَرْقَدٍ الْأَسْلَمِيُّ إِنِّي لَا أَعْرِفُ حَقِّي مِنْ حَقِّهِ، لِي بَيَاضُ الْمَرْوَةِ وَلَهُ سَوَادُهَا، وَلِي مَا بَيْنَ كَذَا إِلَى كَذَا» . فَبَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ: «لَيْسَ لِأَحَدٍ إِلَّا مَا أَحَاطَتْ عَلَيْهِ جُدْرَانُهُ، إِنَّ إِحْيَاءَ الْمَوَاتِ مَا يَكُونُ زَرْعًا أَوْ حَفْرًا أَوْ يُحَاطُ بِالْجُدْرَانِ» . وَهُوَ مِثْلُ إِبْطَالِهِ التَّحْجِيرَ، يَعْنِي مَا يُعَمِّرُ بِهِ مِثْلُ مَا يُحَجِّرُ
Musnad Syafi'i 1759: Abdurrahman bin Hasan bin Qasim Al Azraqi mengabarkan kepada kami dari ayahnya, dari Alqamah bin Nadhlah bahwa Abu Sufyan bin Harb berdiri di halaman rumahnya dan memukulkan kakinya ke tanah, lalu berkata, "Batasan tanah, memang tanah itu mempunyai batasannya. Ibnu Farqad Al Aslami menduga bahwa aku tidak mengetahui mana yang hakku dan mana hak dia. Milikku adalah bagian yang putih, sedangkan miliknya adalah tanah yang hitam, dan bagiku batasan antara ini dan itu." Hal tersebut sampai kepada Umar bin Khaththab , maka ia berkata, "Tidak ada bagi seseorang selain dari apa yang dilingkari oleh pagarnya, sesungguhnya menghidupkan tanah itu ialah berupa tanah yang ditanami, galian, atau dikelilingi dengan tembok (pagar)." 986 Atsar ini merupakan contoh pembatalan yang dilakukan oleh Umar terhadap batasan tanah yang tidak memakai hal-hal tersebut dan perumpamaan mengenai tanah yang ada batasannya.
مسند الشافعي ١٧٦٠: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا عَائِشَةَ، أَمَا عَلِمْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِي أَمْرٍ اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟» وَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَثَ كَذَا وَكَذَا يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَأْتِي النِّسَاءَ وَلَا يَأْتِيهِنَّ " أَتَانِي رَجُلَانِ فَجَلَسَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رِجْلَيَّ وَالْآخَرُ عِنْدَ رَأْسِي، فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي: مَا بَالُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: وَمَنْ طَبَّهُ؟ قَالَ: لَبِيدُ بْنُ أَعْصَمَ، قَالَ: وَفِيمَ؟ قَالَ: فِي جُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ، فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ تَحْتَ رَاعُوفَةٍ أَوْ رَاعُوثَةٍ، شَكَّ الرَّبِيعُ، فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ ". قَالَ: فَجَاءَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «هَذِهِ الَّذِي أُرِيتُهَا كَأَنَّ رُءُوسَ نَخْلِهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ، وَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ» . فَأَمَرَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُخْرِجَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلَّا، قَالَ سُفْيَانُ: تَعْنِي تَنَشَّرْتَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقَالَ: «أَمَّا اللَّهُ فَقَدْ شَفَانِي، وَأَكْرَهُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ مِنْهُ شَرًّا» . قَالَتْ: وَلَبِيدُ بْنُ أَعْصَمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ حَلِيفٌ لِيَهُودَ
Musnad Syafi'i 1760: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah radliyallahu 'anha: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Aisyah, Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah telah memberitahukan kepadaku tentang suatu perkara yang telah kumintakan kepada-Nya agar dijelaskan?" Sebelumnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal selama beberapa hari, terbayang-bayang oleh beliau seakan-akan mendatangi para istri beliau, padahal kenyataannya beliau tidak mendatangi mereka. "Dua orang lelaki datang kepadaku, salah seorang di antaranya duduk di dekat kedua kakiku, sedangkan yang lain duduk di dekat kepalaku. Lalu orang yang berada di dekat kedua kakiku berkata kepada orang yang berada di dekat kepalaku, 'Apakah yang dialami oleh lelaki ini (maksudnya Nabi )?' Ia menjawab, 'Terkena sihir.' Si penanya berkata, 'Siapakah yang telah menyihirnya?*' Ia menjawab, 'Labid bin Asham.' Si penanya berkata, 'Di mana diletakkannya?' Ia menjawab, 'Di dalam kegelapan -perawi menyebutkan sisir dan rambut yang rontok di bawah batu besar (Rabi' ragu)- yaitu di sumur Dzarwan'." Perawi melanjutkan kisahnya: Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke sumur tersebut dan bersabda, "Sumur inilah yang diimpikan kepadaku, puncak-puncak pohon kurmanya seakan-akan mirip dengan kepala-kepala setan, dan seakan-akan airnya itu merah seperti cairan pacar." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar barang tersebut dikeluarkan (dari dalam sumur). Aisyah melanjutkan kisahnya: Lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa -Sufyan mengatakan bahwa Aisyah bermaksud- engkau tidak menangkalnya?" Aisyah melanjutkan kembali kisahnya: Maka Nabi menjawab, "Allah telah menyembuhkan diriku, dan aku tidak suka menimpakan keburukan terhadap orang lain dari sihir ini (yakni membalikkannya kepada pelakunya)." Aisyah mengatakan bahwa Labid bin A'sham adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Zuraiq, teman sepakta orang-orang Yahudi.
مسند الشافعي ١٧٦١: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، أَنَّهُ سَمِعَ بَجَالَةَ، يَقُولُ: كَتَبَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنِ " اقْتُلُوا كُلَّ سَاحِرٍ وَسَاحِرَةٍ. قَالَ: فَقَتَلْنَا ثَلَاثَ سَوَاحِرَ ". قَالَ وَأُخْبِرْنَا أَنَّ حَفْصَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَتَلَتْ جَارِيَةً لَهَا سَحَرَتْهَا
Musnad Syafi'i 1761: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Amr bin Dinar, ia pernah mendengar Bujalah mengatakan: 'Umar radliyallahu 'anhu pernah menulis surat (kepada para amilnya), "Bunuhlah oleh kalian setiap penyihir laki-laki dan perempuan." Bujalah melanjutkan kisahnya, "Maka kami membunuh 3 orang penyihir perempuan." Ia mengatakan lagi, "Kami menerima sebuah berita bahwa Hafshah -istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- pernah membunuh seorang budak perempuan miliknya yang telah menyihirnya." 987